muzaniahmad.wordpress.com
September 2016 – Muzani Ahmad
https://muzaniahmad.wordpress.com/2016/09
Eter Cinta “Kembang Altar”. Eter Cinta “Kembang Altar”. Pendekatan Ekspresif : Sajak-sajak Emha Ainun Nadjib. Pendekatan Ekspresif : Sajak-sajak Emha Ainun Nadjib. Objektivitas “Sajak Jatuh Cinta” Karya Emha Ainun Nadjib. Untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri terdiri dar...
muzaniahmad.wordpress.com
Selayang Pandang – Muzani Ahmad
https://muzaniahmad.wordpress.com/perihal/senjasastra_sentra-2
Merayakan kelahiran setiap Lima April. Gemar berjalan ke masa lalu namun tujuannya adalah ke arah masa depan. Tidak mempunyai prestasi apa-apa selain mampu berdiri dengan kedua kaki, berpikir sehat dengan otak, dan pendayaguna hati nurani dari terbit sampai tenggelamnya matahati; dari kedatangan bulan sampai kepulangannya. Titik melingkar di Senja Sastra Cirebon. Oleh-oleh Mt. Prau dan Sindoro. Ruang Sastra : Ketidak-beradaban Sastra Kampus di Cirebon. Malam di Teras Gunung.
muzaniahmad.wordpress.com
Oleh-oleh Mt. Prau dan Sindoro. – Muzani Ahmad
https://muzaniahmad.wordpress.com/2016/12/05/oleh-oleh-mt-prau-dan-sindoro
Oleh-oleh Mt. Prau dan Sindoro. Bersimpuh di kaki pegunungan. Melekat daya cipta petani desa. Hilir mudik tak hanya menyoal angka. Aku menaruh diri agar tersunggi jua. Temanggung, 15 Nov 2016. Di sini aku menabung kerelaan. Untuk mempersilahkan diri terkubur taburan bintang semesta. Juga ciut raga yang dibentangkan. Aku memeluk kabut prasangka. Geladak ringkih tapal kuda. Orang menyebutnya bukit teletubis. Empat tatanan dilimakan oleh gagah matahari. Genang aku pada linang air mata. Prau, 14 Nov 2016.
muzaniahmad.wordpress.com
Ruang Sastra : Ketidak-beradaban Sastra Kampus di Cirebon – Muzani Ahmad
https://muzaniahmad.wordpress.com/2016/10/21/ruang-sastra-ketidak-beradaban-sastra-kampus-di-cirebon
Ruang Sastra : Ketidak-beradaban Sastra Kampus di Cirebon. Batas adalah pemisah antara dua bidang, ruang dan pelataran. Pemahaman tentang batas akan berakibat menjadi lebih berjarak atau malah semakin menjarak. Itu diakibatkan oleh berbagai pandangan: perbedaan pendapat dan pemikiran mengenai suatu tatanan. Kehidupan dalam ruang akan sangat berbeda dengan segala hal yang terjadi di luar ruang, yakni hamparan problematika jagat. Itu hanya sebuah pilihan: membebaskan atau dibatasi. Sastra merupakan cabang ...
muzaniahmad.wordpress.com
Desember 2016 – Muzani Ahmad
https://muzaniahmad.wordpress.com/2016/12
Untuk perempuan hebat-SN mengetuk lengkung langit dengan serakit daya kencang pacuan tanpa gelanggang gemuruh lindap pada semaian sunyi ditelan lembah terkunyah hingga habis diri berganti atau kembali? Engkau yang memegang erat utas tali bertitik pada susut bulan ditenun gemintang terang tiada yang memberatkan jargonmu sepanjang pendakian, untuk sampai atau kembali? Perempuan dengan sereguk daya tumpah … More Rendezvous (Kaki-kaki Langit). Oleh-oleh Mt. Prau dan Sindoro. Oleh-oleh Mt. Prau dan Sindoro.
muzaniahmad.wordpress.com
Malam di Teras Gunung – Muzani Ahmad
https://muzaniahmad.wordpress.com/2016/10/18/malam-di-teras-gunung
Malam di Teras Gunung. Bulan tiga perempat tepat meraja di atasku. Saat dingin memaku gelisah pada kedamaian. Sementara senyap berkeliling mengajakku pada ramai permainan. Menuduh bulan jadi penyebab dingin. Padahal ia dimatikan keberadaannya oleh awan hitam. Jelas manusia tidak pernah adil menilai. Sebatas ingin melangit lalu dihujamkan kembali oleh lelah. Kalah dengan pelariannya sendiri. Aku merindu keterdiaman yang seperti ini. Menyungguhkan diri bahwa aku tidaklah pernah berjarak dengan apapun.
puisikompas.wordpress.com
PUISI DADANG ARI MURTONO | Kumpulan Puisi Kompas
https://puisikompas.wordpress.com/2015/01/13/puisi-dadang-ari-murtono
Arsip Puisi Mingguan Kompas Terbaru. PUISI DADANG ARI MURTONO. Ketika maling caruling memaling. Pada upaya yang kesekian. Ia seperti mendengar nyai itu berkata. Segala yang gagal membuatmu menyerah. Akan menjadikanmu lebih tabah. Pada upaya yang kesekian. Gerit jendela seret tak beroli ituhanya senyap. Ia seakan melihat asmara. Menyungkupkan jarit gelap tak berbatik. Tak bakal ada jerit. Sewaktu si demang menyadari dadanya berlubang. Dan jantungnya tinggal kantung yang begitu luang. Dan di kamar si demang.
muzaniahmad.wordpress.com
Rendezvous (Kaki-kaki Langit) – Muzani Ahmad
https://muzaniahmad.wordpress.com/2016/12/18/rendezvous-kaki-kaki-langit
Kencang pacuan tanpa gelanggang. Gemuruh lindap pada semaian sunyi. Ditelan lembah terkunyah hingga habis diri. Engkau yang memegang erat utas tali. Bertitik pada susut bulan. Jargonmu sepanjang pendakian,. Untuk sampai atau kembali? Perempuan dengan sereguk daya tumpah. Meraih titik sudut segitiga. Posted in Tak Berkategori. Oleh-oleh Mt. Prau dan Sindoro. Tinggalkan Balasan Batalkan balasan. Ketikkan komentar di sini. Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:. Malam di Teras Gunung.
muzaniahmad.wordpress.com
Muzani Ahmad – Laman 2 – @senjasastra_sentra
https://muzaniahmad.wordpress.com/page/2
Antologi Puisi “Sajak Kaki-kaki Mungil” *Sabana Pustaka. Daun Gugur aku menjelma kelahiran karena aku kembali ke tanah yang menumbuhkan pun apabila aku dijatuhkan angin ke sungai riak air akan menghilirku ke tepian beberapa lama tumbuh kembali turut menahan luap lalu aku akan menjaga apabila terjaga Aku Kegelapan gemerlap terang benderang; aku menggelar gelap menjadikan ia sebagai kanvas titik … More Antologi Puisi “Sajak Kaki-kaki Mungil” *Sabana Pustaka. Eter Cinta “Kembang Altar”. Pendekatan Ekspresif...
puisikompas.wordpress.com
PUISI MARHALIM ZAINI | Kumpulan Puisi Kompas
https://puisikompas.wordpress.com/2015/02/03/puisi-marhalim-zaini
Arsip Puisi Mingguan Kompas Terbaru. Leave a comment ». Solilokui para penunggu hutan. Sepulang dari eropa, racun-racun. Dalam tubuhku sibuk berkelahi,. Bergelayut di jantung,. Bagai suara kambing gunung. Yang di lehernya lembing bergantung. Suara-suara itu lalu-lalang secepat cahaya. Di urat darah kacukanku,. Jejaknya menanam sengat silau,. Beribu sengat, yang sakitnya lekat. Pada setiap kali mataku memandangmu. Terhantuk-hantuk di sampan kayu. Di pelataran sungai senja. Maka, kuminta, maniskan darahku,.